I am always melted listening to this song...
Dikala hati resah
Seribu ragu datang memaksaku
Rindu semakin menyerang
Kalaulah ku dapat membaca pikiranmu
Dengan sayap pengharapanku ingin terbang jauh
Biar awanpun gelisah
Daun daun jatuh berguguran
Namun cintamu kasih terbit laksana bintang
Yang bersinar cerah menerangi jiwaku
Andaikan ku dapat mengungkapkan perasaanku
Hingga membuat kau percaya
Akan ku berikan seutuhnya rasa cintaku
Selamanya selamanya...
[ Lyrics from: http://www.lyricsmode.com/lyrics/d/dcinnamons/selamanya_cinta.html ]
Biar awanpun gelisah
Daun daun jatuh berguguran
Namun cintamu kasih terbit laksana bintang
Yang bersinar cerah menerangi jiwaku
Andaikan ku dapat mengungkapkan perasaanku
Hingga membuat kau percaya
Akan ku berikan seutuhnya rasa cintaku
Rasa cinta yang tulus dari dasar lubuk hatiku Oh...
Tuhan jalinkanlah cinta
Bersama selamanya...
Andaikan ku dapat mengungkapkan perasaanku
Hingga membuat kau percaya
Akan ku berikan seutuhnya rasa cintaku
Selamanya selamanya...
More lyrics: http://www.lyricsmode.com/lyrics/d/dcinnamons/#share
You might want to listen to the song as well..
Selamanya Cinta - D'Cinnamons
Sunday, October 14, 2012
8395 days of life
Unlike friend, boyfriend, or girlfriend, family has no end!
They will protect you whenever, however, and in whatsoever situation..
They will create an atmosphere with love and warmth..
They will find and pull you up whenever you feel down and worthless..
They will ask you many things, but later give you a bright side,
that you will eventually find a silver lining in every cloud..
Family,,
will keep me on the tracks, that I am not struggling for my self, but
I have my precious ones, my brotherhood, my nation and nationality
to see and enjoy my victory in the end..
It is not about a bid or a race but a game of life..
It is not about how to treat our own selves as the only one who should enjoy the living..
That they will support..
That they will rely on their part of future..
That they would like to see us secured..
I love you all, my precious ones..
Regards,
~~the birthday girl~~
Friday, October 12, 2012
AEC: Governments Integrations or Community Integration
The target agenda of ASEAN Economy Community
(AEC) 2015 is getting closer to be accomplished. AEC envisions some key
characteristics: (1) a single market and productions base, (2) a highly
competitive economic region, (3) a region of equitable economic development,
and (4) a region fully integrated into the global economy. These have been
adopted since 2007, at the 13th ASEAN Summit in Singapore.
All leaders of ASEAN member countries is committed to build the regional integration
in order to face the more challenging global economy competition. As a matter of
fact that the United States and some Eurozone members are now facing the economy
crisis due to their economy control failure, AEC may be a substantial option to empower its regional potential
power. In accordance with
European Union, a strong regional integration we have known, the AEC areas of
cooperation include human resources development and capacity building;
recognition of professional qualifications; closer consultation on
macroeconomic and financial policies; trade financing measures; enhanced
infrastructure and communications connectivity; development of electronic
transactions through e-ASEAN; integrating industries across the region to promote
regional sourcing; and enhancing private sector involvement for the building of
the AEC. In short, AEC will also recognise the free movement of goods,
services, investment, skilled labour, and free flow of capital.
With those target agenda, AEC, however, should
not only become a commitment among the leader of each member country. In the
future, it is the citizens of each country who will run and also get the
impacts of AEC goals. As the target completion
is getting closer, social promotion of this project is ultimately needed. Not
only the governments but every citizen; the rich or the poor, the elder or
youths, men or women must get the advantage of this great vision.
Tuesday, October 2, 2012
Perkembangan Islam Modern di Prancis
Permulaan
Islam mulai masuk di Prancis pada akhir abad ke-19. Sedangkan Islam mulai
diakui sebagai sebuah agama oleh masyarakat Prancis pada tahun 1905. Beberapa
umat Islam dan masyarakat Prancis memiliki pandangan yang sama tentang perilaku
anti-Semitism.
Jumlah Muslim di Perancis lebih kurang mencapai 4-6
juta jiwa, yaitu setara dengan 5-10%[1]
dari total populasinya. Jumlah ini merupakan prediksi karena Muslim di Perancis
semakin bertambah, seiring dengan banyaknya imigran dari negara-negara penuh
konflik di sekitar Eropa dan Timur Tengah. Jumlah Muslim di Perancis merupakan
jumlah terbanyak di Eropa, disusul Jerman, Inggris, Italia, Spanyol dan Belanda[2].
Seiring dengan bertambahnya jumlah Muslim, kini jumlah masjid dan mushola di
Perancis diperkirakan mencapai sekitar 1600 buah. Tentu saja masjid dan mushola
tersebut tidak semuanya berbentuk bangunan megah, namun ada yang hanya berupa
gedung bekas bangunan yang sudah tidak digunakan. Akan tetapi, pada tahun 1922,
telah didirikan masjid Raya Yusuf di Paris.
·
Islam Pratiquant
Perkembangan Islam di
Perancis lebih banyak di dominasi oleh para imigran yang datang dari
negara-negara bekas jajahannya, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Tunisia dll. Prancis
yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, merasa sedikit khawatir dengan
perkembangan Islam yang begitu pesat sejak beberapa dekade terakhir. Hampir
sebagian besar penduduk muslim di Perancis merupakan Islam pratiquant,
orang-orang yang rajin beribadah sesuai dengan ajaran. Sedangkan, para umat
Kristiani, baik Katolik maupun Protestan, bukan merupakan para pratiquant,
hanya sedikiit dari pemeluknya, karena muncul pandangan bahwa hal tersebut
bersifat kuno. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya gereja yang ditutup, bahkan
dijadikan masjid karena kehilangan jamaahnya.
Ada
pendapat bahwa kegiatan beribadah itu dianggap tidak bisa berasilimilasi dengan
lingkungan sekitar. Jadwal sholat umat muslim dianggap mengganggu terutama
dalam pendidikan atau bekerja. Banyaknya jumlah jamaah yang sholat di masjid,
bahkan sampai ke jalanan, dianggap sebagai pengganggu pengguna jalan dan tidak
toleransi. Padahal seharusnya, negara yang menjunjung tinggi demokrasi itulah
yang bertoleransi terhadap pemeluk agama lain yang sedang beribadah.
Pergeseran dalam
aplikasi nilai-nilai Islam di Perancis juga ditunjukkan dalam penyebaran
ajarannya. Sebagian penduduk yang beragama non-Islam berpendapat bahwa ajaran
Islam terlalu mengekang dan seharusnya ajaran-ajaran itu disesuaikan dengan
budaya dan gaya hidup di Perancis[3]. Terdapat dua kutub
muslim di Perancis, para imigran muslim dan generasi kedua. Penyebaran Islam
diantara para imigran dianggap sebagai usaha pembentukan diaspora muslim karena
ajarannya yang terlalu berambisi mengikuti ajaran di Arab dan sekitarnya. Sedangkan
generasi kedua merupakan umat muslim yang diajarkan agama Islam sejak lahir.
Namun, karena adanya tarik-menarik ajaran Islam mereka perlu untuk mencari
sendiri jati dirinya dalam ajaran Islam. Selain itu, dalam penyebaran
ajarannya, muslim di Prancis juga bermasalah dengan bahasa. Tentu saja
kemampuan mereka untuk menguasai bahasa Prancis dan Arab tidak sama. Hal itu
mendorong para ulama di sana untuk menyebarkan ajarannya dalam 2 bahasa. Bahkan
dalam pembacaan doa pun dilakukan dengan dua bahasa[4].
Pada
tahun 1985, didirikan Federasi Muslim Perancis, yang telah mempersatukan 540
organisasi Islam, menjembatani umat muslim dengan pemerintah, dan memberi
pengetahuan dan pendidikan Islam kepada warga yang ingin belajar. Pada awal
pembentukannya, Nicholas Sarkozy yang saat itu menjadi menteri dalam negeri
menyatakan dukungannya. Namun organisasi tersebut dianggap tidak mampu mewakili
suara umatnya. Saat ini muslim di Perancis juga memiliki Union des Organisations
Islamiques de France (UOIF) yang dinilai lebih mampu menyuarakan aspirasi umat.
Organisasi tersebut sering melakukan diskusi tentang masalah-masalah Islam
dengan mendatangkan beberapa ulama besar.
·
Sekolah-sekolah Islam di Prancis
Di tahun 2004,
pemerintah Perancis menetapkan larangan untuk memakai jilbab kepada para siswi
muslimah. Tentu saja kebijakan itu mendapat banyak respon negatif bukan hanya dari
umat muslim, namun juga masyarakat internasional serta para aktivis HAM di
dunia. Semenjak revolusi tahun 1989, Perancis dikenal dengan sistem laicite,
yang membebaskan aturan agama dari campur tangan pemerintah atau gereja. Selain
itu, Prancis juga merupakan negara sekuler yang membedakan urusan pemerintahan
dari agama. Karena itu, aturan larangan pemakaian jilbab atau atribut yang
merepresentasikan agama ditentang oleh berbagai kalangan masyarakat.
Sebagai
imbasnya, masyarakat muslim Perancis ingin mendirikan sekolah swasta dengan
aturannya sendiri. Sampai kini sedikitnya ada empat sekolah muslim swasta,
yaitu di daerah Vitrerie, pinggiran selatan Perancis, Education et Savoir di
Paris, Reussite di Aubervilliers, utara Paris,
Ibn Rushd di Lille, dan Al-Kindi di kota Lyon. Kurikulumnya disesuaikan
dengan kurikulum nasional, dengan penambahan pelajaran tentang fiqih Islam
sebagai muatan lokal.
Pada
awalnya, pembukaan sekolah tersebut mengalami kendala, karena sulit mendapatkan
ijin. Sekolah Al-Kindi misalnya, terkendala dalam ijin pengoperasian karena
dianggap tidak memenuhi standar kebersihan dan keselamatan. Namun, Pengadilan
Administratif di Lyon membatalkan penutupan sekolah itu. Menurut para pemimpin
Perancis, insiden Al-kindi justru akan mendorong masyarakat muslim untuk
membuka sekolah serupa.
·
Perkembangan Islam dalam Dunia Politik
Masalah agama,
merupakan masalah yang sensitif untuk dibahas. Namun, permasalah agama juga
bisa mempengaruhi perkembangan politik suatu negara. Begitu juga di Perancis.
Masalah
yang akhir-akhir ini muncul di Perancis adalah membludaknya imigran, yang
sebagian besar muslim, hingga menyebabkan Islam di negara ini berkembang sangat
pesat. Sejak
peristiwa kelam 11 September 2001, Islam mendapat cap baru yaitu, agama
teroris. Dengan berbagai alasan dan dalih, Amerika Serikat menjadi pelopor dan
penggerak agar dunia mengutuk dan menjauhi Islam. Ajaran Islam mulai
jilbab, poligami, jihad hingga masalah penampilan seperti jenggot, dll. menjadi
obyek serangan. Sehingga, timbullah apa yang disebut Islamophobia.
Sebagai imbasnya, pada
tahun 2001, sejumlah masjid dan rumah imam-imam masjid menjadi sasaran bom
molotov. Peraturan pelarangan penggunaan jilbab yang menjadi penanda jelas
seorang muslim pun merupakan salah satu bentuk Islamophobia. Selain itu,
beberapa kasus kriminal yang terjadi di Perancis dilakukan oleh penduduk
imigran. Karenanya, beberapa pemimpin Perancis yang ekstrim, menentang dengan
lantang masuknya imigran, karena hal tersebut dapat menghilangkan keturunan
asli warga Perancis. Marie Le Pen dan Nicholas Sarkozy menggunakan kampanye
anti imigran untuk mendapatkan perhatian rakyat Perancis pada pemilihan
presiden beberapa waktu lalu.
Permasalahan imigran
bisa berpengaruh terhadap pandangan politik rakyat Perancis ke depannya.
Apabila semakin banyak umat muslim yang memilih, maka kesempatan untuk duduk di
kursi pemerintahan bagi umat muslim juga semakin tinggi. Tentu saja hal
tersebut bisa berpengaruh terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di Perancis.
Baru-baru ini, skandal
Muhammad Merah[5], warga Toulouse,
Muslim imigran Aljazair, telah resmi ditetapkan pemerintah sebagai penanggung
jawab skandal terbunuhnya 3 warga sipil di kota tersebut dan meledaknya bom di
sekolah Yahudi yang memakan korban 3 orang anak dan 1 orang dewasa. Semuanya
Yahudi. Sementara 2 diantara warga sipil yang ditembak adalah Muslim imigran
Magreban. Tariq Ramadan, seorang ulama ternama dari Swiss mengatakan bahwa
pelaku hanya sebagai korban konspirasi elit politik Perancis. Pelaku penembakan
itu, tidak bisa dianggap sebagai generalisasi warga muslim di Perancis karena
perilakunya sama sekali tidak mencerminkan ajaran-ajaran muslim.
Islam di Perancis kini
telah berkembang dengan pesat. Pengenalan ajaran Islam yang cinta damai, bermoral
tinggi dan bersifat melindungi wanita menjadi daya tarik tersendiri bagi
masyarakat Perancis. Diperkirakan setiap tahun, ada sekitar 30.000-70.000
penduduk Perancis masuk Islam. Dengan jumlah umat muslim yang semakin
bertambah, maka fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan ajaran Islam semakin
mudah ditemukan. Masjid, sekolah, penjual daging halal sudah bisa banyak
ditemui di wilayah Perancis. Namun, pandangan-pandangan tentang Islam datang
dari luar menimbulkan pandangan skeptis atas masyarakat muslim di Perancis
hingga menimbulkan Islamophobia. Padahal hal tersebut tidak bisa digunakan
sebagai acuan generalisasi perwujudan dari perilaku muslim sesungguhnya.
[1] https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/fr.html
(accessed on 22 May 2012).
[2] http://hizbut-tahrir.or.id/2009/07/27/islam-di-prancis-terbesar-di-eropa/
(accessed on 22 May 2012).
[3] Bowen,
John. R. Islam in/of France: Dilemma of
Translocality. A paper read at The 13th International Conference of
Europeanists, Chicago, March 14-16, 2002.
[4] Ibid.
Labels:
Eropa,
Europe,
intentionally brought up,
Let's just learn
Sejarah Masuknya Islam di Prancis
Prancis
sudah mengenal Islam sejak abad ke-8 M. Sejarah menyebutkan Islam pertama kali
masuk ke wilayah Prancis dimulai pada waktu terjadi penyebaran ajaran Islam
oleh para khalifah ke Eropa yang dimulai dengan penaklukan wilayah Spanyol pada
tahun 711 M.
Pada tahun 721 M, Abd-ur-Rahman, seorang bangsa
Barbar, diangkat menjadi Gubernur di Spanyol. Untuk menyebarkan ajaran Islam,
beliau beserta para prajurit dan pasukan berkuda melewati Pegunungan Pyrenees
untuk berekspansi ke wilayah Prancis yang pada masa itu diduduki oleh bangsa
Frank. Sepanjang perjalanan mereka berhasil menduduki beberapa wilayah untuk
penyebaran ajaran Islam dan terus bergerak menuju Sungai Loire.
Pada tahun 732 M, bangsa Frank melakukan perlawanan
terhadap prajurit Abd-ur-Rahman yang telah memasuki wilayah Prancis. Bangsa
Frank dipimpin oleh Charles Martel, yang dijuluki “The Hammer” menghadang
prajurit Islam di wilayah Poitiers. Perang antara pasukan Abd-ur-Rahman dan
Charles Martel dianggap sebagai perang yang sangat menentukan perkembangan
agama Islam pada masa itu. Perang tersebut disebut Perang Tours.
Pada tanggal 10 Oktober 732 M, prajurit Islam
dihadang oleh pasukan Martel yang telah mempersiapkan mental untuk menghadapi
prajurit yang dipimpin oleh Abd-ur-Rahman – seorang bangsa Barbar - yang
terkenal dengan kekejamannya. Pasukan Martel telah menunggu selama beberapa
hari dengan perlengkapan yang telah dipersiapkan untuk melakukan perlawanan di
musim dingin. Sementara itu, prajurit Islam tidak menguasai medan sehingga
mereka tidak mempersiapkan perlengkapan perang untuk musim dingin.
Perang yang terjadi di antara wilayah Tours dan
Poitiers itu memakan banyak korban. Namun kesiapan mental pasukan Martel
berhasil memukul mundur prajurit Islam. Pasukan Martel telah dilatih untuk
melawan kekejaman bangsa Barbar hingga terjadi pertumpahan darah yang sengit
antara kedua pasukan tersebut. Beberapa sumber menyatakan bahwa prajurit Islam
mengalami kekalahan karena mereka terpecah belah hingga akhirnya kekuatan
mereka berkurang dan kurang tangguh dalam mengahadapi serangan Charles Martel.
Abd-ur-Rahman terbunuh dalam perang tersebut. Prajurit Islam dipaksa mundur
dari wilayah Prancis, dan itu menjadi akhir dari ekspansi ajaran Islam di wilayah
Eropa Barat.
Atas kemenangannya, Charles Martel dianggap sebagai
penyelamat umat Kristen dan Eropa pada masa itu. Perang Tours merupakan perang
yang sangat menentukan, karena jika prajurit Islam memenangkan peperangan
tersebut, kemungkinan hal itu akan berpengaruh kuat terhadap perkembangan agama
di wilayah Eropa. Beberapa sumber menyebutkan bahwa Islam bisa saja menjadi
agama mayoritas di Eropa apabila Abd-ur-Rahman menang.
Pada masa itu, penyebaran agama Islam dilakukan
dengan perang untuk menduduki wilayah-wilayah agar penduduknya mau memeluk
agama tersebut. Terjadi banyak peperangan di wilayah lain hingga menyebabkan
kerajaan-kerajaan Islam terpecah karena pemimpinnya ingin menjadi penguasa.
Umat Kristen sendiri mengalami perpecahan karena beberapa ajaran agama mereka
dianggap telah melencenga dari ajaran sesungguhnya. Maka terjadilah perang
Salib pada tahun 1095 yang berlangsung hingga 200 tahun. Setelah itu, kekuasaan
Islam mulai melemah dan menyisakan wilayah Granada. Namun, pada tahun 1492, Sultan
Granada pun akhirnya menyerah sepenuhnya pada raja Ferdinand III dari Aragon
dan Isabella.
Tidak seperti ajaran
Kristen, ajaran Islam dianggap sebagai ajaran yang terlalu kolot dengan
mengatur seluruh aspek kehidupan. Semenjak perang Tours, Prancis terus
menyatakan melawan ajaran Islam hingga terjadi pertempuran berdarah dan
pendudukan di wilayah Tunisia (1881) dan Maroko (1901). Di sisi lain,
perkembangan ajaran Kristen yang mulai terpecah karena perbedaan persepsi juga
terjadi di berbagai wilayah Eropa.
Tulisan ini adalah sebagian dari makalah yang dikumpulkan penulis sebagai tugas mata kuliah Religi di Eropa tanggal 25 Mei 2012
Labels:
Eropa,
Europe,
intentionally brought up,
Let's just learn
Subscribe to:
Posts (Atom)