Tuesday, January 21, 2014

Jaminan Sosial untuk Pasar Tunggal?

Implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional

Memasuki awal tahun ini, masyarakat Indonesia mendapatkan “kado” dari pemerintah, dengan adanya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2014. Penyelenggaraan SJSN dilakukan berdasarkan UU No.40 Tahun 2004, bertujuan untuk memberi jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya (Pasal 3). SJSN memiliki beberapa program asuransi meliputi jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian. Berbeda dengan asuransi private yang mulai banyak digunakan oleh masyarakat, layanan asuransi ini akan dikelola oleh pemerintah.

Sebagai  bentuk pelaksanaan sistem tersebut maka pada tahun 2011 dibentuklah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang terbagi menjadi dua yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Badan tersebut akan menyediakan layanan jaminan sosial bagi siapapun yang terdaftar sebagai peserta. BPJS merupakan transformasi dari beberapa institusi yang terlebih dahulu mengatur jaminan sosial masyarakat yaitu: PT ASKES, PT JAMSOSTEK, PT ASABRI, dan PT TASPEN. Dalam UU No.24 Tahun 2011 tentang BPJS disebutkan bahwa PT ASKES dan PT JAMSOSTEK yang memiliki fungsi masing-masing dalam mengatur jaminan kesehatan dan ketenagakerjaan, nantinya akan dibubarkan tanpa likuidasi. Sementara PT ASABRI dan PT TASPEN tidak secara jelas ditegaskan dan pengalihan dana jaminan sosial yang telah ada ke BPJS dilakukan selambat-lambatnya tahun 2029.

Adanya SJSN menunjukkan upaya pemerintah Indonesia untuk berperan langsung dalam menjamin kesejahteraan masyarakat. Sistem ini sudah banyak dilakukan oleh negara-negara maju dan masuk dalam kebijakan sosial pemerintah. Kebijakan SJSN menunjukkan perkembangan positif dan kabar baik bagi masyarakat. Jaminan sosial tersebut berlaku bagi setiap orang yang terdaftar, baik para pekerja, maupun yang tidak bekerja dengan besaran iuran yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, perlu digarisbawahi bahwa pelaksanaan SJSN perlu diiringi dengan pengawasan ketat agar tidak terjadi pelanggaran maupun penyelewengan oleh oknum tertentu.

Dibandingkan dengan negara-negara tetangga di ASEAN, jumlah anggaran yang diberikan pemerintah untuk dalam jaminan sosial masyarakat masih tergolong rendah. Menurut data World Bank 2011, Indonesia hanya mengalokasikan 5.3% dari jumlah total anggaran pemerintah untuk kesehatan. Sementara Thailand, Vietnam, Brunei dan Singapore masing-masing mengalokasikan anggaran pemerintah sebesar 14.5%, 9.4%, 8.8% dan 8.8%  dari total anggaran untuk kesehatan. Alokasi anggaran kesehatan meliputi sistem jaminan layanan kesehatan dan pengobatan yang bersifat universal. Dengan adanya SJSN, anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah akan semakin bertambah. Penerapan dan pelaksanaan SJSN yang sesuai dengan undang-undang dapat berdampak pada peningkatan kepercayaan penduduk di Indonesia maupun di mata internasional.


Jaminan Sosial untuk Integrasi Ekonomi ASEAN

Dalam beberapa kesempatan, pemerintah melakukan sosialisasi tentang momentum Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) tahun 2015. Terdapat beberapa karakteristik AEC yaitu: (1) berlandaskan pasar dan produksi tunggal, (2) adanya kompetisi ekonomi regional, (3) pembangunan ekonomi regional yang setara, dan (4) regional yang terintegrasi penuh pada ekonomi global. Keempat karakteristik itulah yang menjadi tujuan negara-negara anggota ASEAN untuk mencapai integrasi ekonomi regional. Dengan berlandaskan pasar dan produksi tunggal, terdapat lima elemen penting dalam AEC 2015. Elemen-elemen tersebut meliputi kebebasan perpindahan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja ahli dalam wilayah ASEAN. Setiap orang memiliki hak yang sama dalam memasarkan barang dan jasa serta keahliannya di setiap negara anggota.

Berbicara tentang sistem pasar tunggal ASEAN, tentu kita tidak bisa melupakan Uni Eropa yang telah memulainya sejak tahun 1986 dan menggunakan mata uang tunggal pada tahun 2002. Poin-poin kebebasan pergerakan barang, jasa, modal dan tenaga kerja juga dilakukan oleh negara-negara anggota. Pada tahun 2004 Uni Eropa dengan kompetensi supranasional, mengeluarkan peraturan tentang kesetaraan jaminan sosial untuk warga negara di setiap negara anggota. Meskipun ASEAN tidak mencetuskan peraturan terhadap negara-negara anggota secara eksplisit, kebijakan SJSN dapat dilihat sebagai salah satu dampak kesepakatan AEC 2015.

Persaingan regional yang semakin ketat mendorong pemerintah Indonesia untuk segera bertindak agar terhindar dari ketimpangan ketersediaan fasilitas maupun pelayanan masyarakat dalam negeri. UU SJSN dirancang sejak tahun 2004, tak lama setelah deklarasi para pemimpin negara ASEAN tentang AEC di Bali Summit pada bulan Oktober 2003. Pemberlakuan SJSN di tahun 2014 menjadi salah satu bukti bahwa pemerintah ingin mengejar ketinggalan dalam kebijakan jaminan sosial. Adanya kebebasan perpindahan tenaga kerja ahli antar negara anggota mendorong lahirnya BPJS Ketenagakerjaan. Jika jaminan sosial di Indonesia tidak dapat bersaing dengan negara-negara ASEAN lain, maka kemungkinan jumlah tenaga kerja yang bekerja di luar negeri akan semakin tinggi. Begitu pula BPJS Kesehatan yang akan memberikan jaminan kesehatan yang ada di dalam negeri.


Satu hal yang patut dipertanyakan adalah bagaimana implementasi SJSN dapat terlaksana dengan baik. Selain bertujuan untuk kesejahteraan penduduk, kebijakan tersebut dapat meningkatkan kapasitas Indonesia untuk menghadapi persaingan dalam integrasi ekonomi regional 2015 mendatang. Indonesia, dengan jumlah penduduk terbesar dalam ASEAN memiliki pasar sumber daya manusia yang terbesar. Jangan sampai sumber daya tersebut hanya menjadi objek eksploitasi para pemilik modal dan inventasi asing yang mempekerjakan penduduk lokal. Adanya kesetaraan standar layanan dan kebijakan antar negara anggota serta sosialisasi terhadap masyarakat sangat berperan penting. Masyarakat Indonesia harus dapat meningkatkan kesadaran dan kualitas diri untuk dapat bersaing dengan para pendatang nantinya. Masyarakat juga tidak boleh dibutakan oleh iming-iming pemodal asing tanpa mengerti hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan di tanah sendiri.

No comments:

Post a Comment