Thursday, December 29, 2011

Wish You Were Here

indeed, you were right..i have so much to say, but you are so far away... :(





it's winter..
hope your heart is not frosting as the snow.. :)

Mars vs Venus

I would say that somehow, Mars and Venus speak in different languages.
I would say that most of the time, Mars and Venus didn't catch the same goal of discussion, particularly in heart-to-heart topic.
I would say that Mars and Venus have different sensibility of feeling all of the time...

I wonder how I should tell you..
I wonder how I could convey my message to you..
I wonder how I could ask for your understanding, once in a while..
I wonder how I could ask to change into We, instead of I and You..

Somehow, when words are not good enough to express feeling, smile or even tears will say million ways.. However, I still wonder whether you could see the smile, even tears coming from my face..

Mars and Venus have distinct expression..
Mars prefer being deliberate, even though none knows if it's a truth or lie..
while..
Venus would rather say in disguise and symbol, as they wish that Mars will show their effort to reveal the mask, know the truth inside..

Hey Mars, will you see this through??


29122011-01.55
Venus

Tuesday, December 27, 2011

Era Digital, YUK SADAR MEDIA...! (part 2)

Era digital dan era demokrasi Indonesia mendorong produsen untuk semakin leluasa menayangkan beragam acaranya. Sebagai konsumen, masyarakat harus cerdas dan mampu memilih informasi apa yang dibutuhkan. Dengan adanya era digital tersebut, maka media akan mendorong terjadinya banjir informasi dalam masyarakat. Kurangnya respon positif masyarakat terhadap adanya sensor, pembatasan, dapat berakibat pembredilan informasi yang hanya bersifat konsumtif, menyesatkan dan untuk kepentingan sesaat. KPI mempersilakan konsumen media untuk segera lapor jika ditemukan pelanggaran kode etik penyiaran. Melalui Literasi Media, KPI berharap adanya kerjasama dari masyarakat untuk menangkal dampak negatif era digital.

Berdasarkan konferensi tahun 1992 oleh Aspen’s Institute National Leadership, Literasi Media adalah kemampuan masyarakat dalam mengakses, menganalisis, dan memproduksi informasi untuk tujuan tertentu. Literasi Media diharapkan mampu mendorong masyarakat berpikir kritis dan bijak dalam menerima dan memanfaatkan informasi yang membanjiri media. Masyarakat pun diharapkan bisa menjadi cerdas dalam memilih tayangan media yang patut ditonton. Dengan adanya kemudahan akses mendapatkan berbagai macam informasi di kemudian hari, maka efek negatif media dengan mudah pula mempengaruhi masyarakat. Tanpa Literasi Media, penonton akan terpaku pasif terhadap beragam acara televisi yang ditawarkan, hingga mereka pun melupakan aktivitas lain selain menonton televisi.

Survey AGB Nielsen menyatakan bahwa 68, 9% anak-anak Indonesia menonton televisi selama 4-6 jam setiap harinya. Sedangkan saat libur, sebanyak 35,2% anak menonton televisi 4-6 jam sehari. Hal ini menunjukkan bahwa banjir informasi yang datang, baru dari televisi, dapat mengubah gaya hidup aktif sehari-hari menjadi pasif. Teringat pepatah lama “what we eat is what we are”, apa yang kita lihat, dengar, dan baca mencerminkan diri kita. Dampak banjir informasi oleh media dapat menjadi celah untuk mencuci otak penontonnya, hingga akhirnya mereka rancu pada kenyataan dan cerita pada tayangan-tayangan televisi dan sinetron yang ada.

Meminjam konsep Literasi Media dari James Potter (2008), ada tiga aspek yang harus dibangun. Aspek-aspek tersebut adalah pandangan personal, struktur pengetahuan, dan kemampuan individu. Pandangan personal yang dimaksud adalah sasaran hidup dan dorongan internal individu untuk menentukan media mana yang sesuai dengan kebutuhan kita. Setelah mengetahui sasaran hidup tiap individu, maka secara otomatis kita akan terdorong untuk mengontrol dan menyeleksi informasi yang masuk. Selain itu, setiap individu harus memiliki struktur pengetahuan untuk literasi media; meliputi efek media, isi media, industri media, dunia nyata dan diri sendiri. Struktur pengetahuan tersebut menjadi bekal untuk tiap individu dalam menyeleksi media informasi. Yang tak kalah penting adalah kemampuan individu yang meliputi kemampuan analisis, evaluasi, mengelompokkan, menyimpulkan, generalisasi, sintesis dan deskripsi. Tidak setiap individu memiliki keahlian tersebut, namun jika masyarakat memulai sejak dini untuk kritis terhadap media, maka proses seleksi informasi media yang diterima akan dimulai secara otomatis.

Selain itu, dengan adanya literasi media, diharapkan mampu menumpulkan http://www.blogger.com/img/blank.gifefek-efek negatifnya khususnya untuk anak-anak, mendidik khalayak terkait kebiasaan menonton televisi, dan menyadarkan dampak-dampak media serta membangun kerangka analisis ekonomi, politik, sosial, budaya dan ideologi terkait media. Karena itu, gerakan literasi media harus dimulai sejak dini. Dimulai dari lingkup kecil dengan dasar yang kuat, misal mencanangkan diet menonton televisi di keluarga, maka kesadaran untuk menyeleksi konten media yang diterima akan menyebar ke lingkup lebih luas.


Tulisan ini saya buat agar dimuat di media massa, untuk menunjang Gerakan Sadar Media. Sayangnya salah satu media berpendapat kalau mereka kesulitan mencari kolom untuk memuat. Tulisan ini jg dibuat berseri (part 1 & 2) agar tidak terlalu panjang. Hope you enjoy it... :)

Era Digital, YUK SADAR MEDIA...! (part 1)

“... Makanya pake TV digital!!”


~ sepenggal iklan yang baru-baru ini sering muncul di televisi. Mungkin kebanyakan pemirsa tidak memperhatikan maksud dari iklan layanan sosialisasi masyarakat yang dibuat oleh Kementrian Komunikasi dan Informasi.

Indonesia digital merupakan salah satu dari beberapa goal pemerintah untuk mewujudkan Indonesia Informatif. Perwujudan Indonesia Informatif dimaksudkan agar seluruh rakyat Indonesia, dari kalangan elit sampai bawah, sadar akan informasi sebagai nilai tambah dan tidak mudah terprovokasi. Target Indonesia memasuki Indonesia digital pada tahun 2018, akan ditunjang melalui beberapa tahapan lain. Kemenkominfo memiliki beberapa tahapan untuk mendukung terbentuknya Indonesia digital; Desa Informasi, Desa Berdering 2011, Indonesia Connecting-2012, Indonesia Broadband-2016, hingga era Indonesia Digital-2018. Berbagai upaya mendorong masyarakat untuk sadar media informasi telah dilakukan mulai dari sekarang. Usaha pemerataan pembangunan infrastruktur dan akses jaringan di seluruh negeri, penanaman fiber optic tersebar di beberapa wilayah Indonesia, dan penanaman cincin satelit palapa untuk mencapai wilayah-wilayah Indonesia yang susah terjangkau.

Menurut BPS tahun 2006, prosentase konsumen media di Indonesia lewat televisi 85,90%, radio 40,30%, dan buku hanya 23,50%. Sedangkan Nielsen Media Research menyebutkan bahwa penetrasi media di Indonesia sebanyak 92% adalah media televisi, 47% melalui radio, surat kabar sebanyak 25%, internet 17%, dan majalah sebesar 13%. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar informasi disalurkan melalui media televisi, demikian juga para konsumen di Indonesia yang kebanyakan adalah penonton televisi.

Sebagai media informasi yang paling banyak diakses oleh masyarakat Indonesia, televisi memiliki lembaga berwenang yang mengawasi isi penyiarannya. Seluruh stasiun televisi di Indonesia berpedoman pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Bagi yang melanggar, maka sanksi akan diberikan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Meski tak berwenang untuk melakukan sensor tayangan-tayangan di televisi, KPI dapat memberikan peringatan, sanksi ataupun imbauan kepada acara-acara yang melanggar P3SPS (UU no 32 tahun 2002, pasal 47).

Tak banyak orang yang tahu tentang era digital. Mendengar kata digital, tentu akan terbayang situasi yang modern, canggih, kompleks, dan mempermudah pemecahan permasalahan yang dialami di masyarakat. Era digital ditandai dengan perubahan gaya hidup masyarakat terhadap penggunaan media elektronik, maupun internet sehingga akan mempermudah kehidupan sehari-hari. Era Indonesia digital nantinya akan ditandai dengan berubahnya frekuensi dalam sistem penyiaran sehingga televisi analog yang telah ada di rumah harus disesuaikan jadi televisi digital. Secara teknis, pita spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk televisi analog dapat digunakan untuk televisi digital, dengan perbandingan lebarnya 1:6. Jadi, jika dengan lebar pita frekuensi yang sama, televisi digital dapat menayangkan 6-8 kanal transmisi saluran yang berbeda, dibandingkan televisi analog. Bayangkan apabila saat ini terdapat kurang lebih 12 stasiun televisi nasional dengan saluran frekuensi analog, saat memasuki era digital, maka tiap stasiun televisi dapat memberikan 6-8 jenis saluran yang berbeda untuk ditonton. Jadi, nantinya kita akan memiliki 72-96 pilihan saluran program televisi tak berbayar. Jumlah yang sangat besar bagi masyarakat yang belum siap untuk memasuki era digital.

Monday, December 19, 2011

The Interpreter of Human Languages



11.55 p.m.
dealing with languages is kinda pretty hard..
some persons speak in a certain language, some others have different one..the others have their own way of expression, or..gestures probably..
to get to know with and understand someone deeply, you should know the way they truly speak, listen to them by heart, and see through their background well..
otherwise, they'll find ANOTHER "interpreter"..
..it's your call..

Tuesday, December 13, 2011

Quel Cadeau Doux

It was months ago, when you firstly told me that you want more from this friendship; relationship. We promise to maintain this just the two of us and believe in each other. We have passed through quite long and hard way so far. Now, that we are separated by distance and time, encourage me to be tougher.

It's been about 3 months ago that you're leaving. I know that I can always rely my trust on you. Even though your attitudes got me annoyed and vexed once in a while, it's always been splendid filling my days with you..

November 30th, 2011...
A postman gave me a post card, he said that it was from Japan. What a sweet one (^_^)

I don't understand neither hiragana or katakana at all. You said that it's just a couple symbol. However, I wouldn't just give in, that I asked my sister to decipher it by asking her teacher. And she told me that it is written "Ganbatte kudasai!". I doubt it still, anyway... =P

December 9th, 2011...



Happy monthiversarry... (^_^)
Simple yet cute digital frame...
I have loads of photographs in my HD. Since it will use loads of frames to display them, I was thinking of buying it couple months ago. I delayed it yet. Never thought that I will get it from you..
Well, no wonder that we kinda have millions captured memories.
I knew that u love making surprises, and are unpredictable. Never thought that you'll be that romantic... :")



Time and distance, hopefully they would never got us separated... Many crazy and amusing things we've done. Many hilarious stories we keep, awaiting to share. The untold stories. May Allah keep this feeling right on its track!

The wood-fragrance and those lovely "story-boards". There is one more, yet I didn't take the pic yet, a black sweater. Even though, it was pretty shocking that I had to pay a certain amount of money to take the package, they simply depicted how this feeling flows.

Je suis tres amoureux de toi..
au revoir.. ^^

Wednesday, December 7, 2011

Mirror Everywhere

Look in your right, also turn to the left
Watch out any matters in your side..
Many eyes are watching..
Any fouls and faults they're searching..
stay aware of any steps taking..


role as any of social control
for every presumption and thoughts will never be the same
for every single thing,
simple or plush, disgrace or agile, pretty or ugly..
people have the rights to their own choice..


Though, I would never be really down
Within any mimic of skepticism and frown
as if they're looking at a clown,
still I have my precious crown
that WONT NEVER let me drowned
that I was born within my grace in my own..


00.15 a.m. 081211
after an airport incident
~~ M ~~

Friday, December 2, 2011

Seniman itu TIDAK pernah salah??

Kreatifitas tanpa batas..!!

Semboyan yang wajib dipegang oleh seluruh pemuda/i Indonesia. Kita masih perlu berkembang, perlu maju, pastinya untuk membangun tanah air tercinta Indonesia. Pemuda/i Indonesia menyalurkan keahlian, bakat dan minat sesuai dengan passion yang ada dalam diri masing-masing. Para entrepreneur adalah mereka yang ingin memajukan bangsa melalui bidang ekonomi. Para aktivis yang membela serta menyuarakan kepentingan-kepentingan rakyat, berjuang di ranah politik dan sosial. Sedangkan para seniman dan sastrawan, lebih kompleks. Mereka dapat berperan sebagai pemerhati ekonomi, sosial politik dan budaya, serta menyuarakannya dalam beragam bentuk kesenian dan sastra. Lagu, tarian, puisi, prosa, cerpen, novel dan masih banyak lagi wujudnya.


Saya tidak akan membahas tentang ekonomi, karena saya percaya masalah ekonomi bersifat terlalu kompleks. Masalah ekonomi kalangan bawah, menengah, dan atas saling berkesinambungan, saling mempengaruhi satu sama lain. Masalah ekonomi pun bagaikan efek domino jika dihubungkan dengan masalah sosial. Saya pun tidak akan membahas masalah politik, yang sering disebut sebagai masalah kekuasaan. Politik, penentuan keputusan, yang biasanya diambil oleh mereka yang sedang berkuasa di jamannya. Pun politik sering memanfaatkan situasi ekonomi yang ada di masyarakat. Yang berada di tingkat ekonomi atas, merasa sebagai penguasa dan tak jarang memanfaatkan mereka yang berada di tingkat ekonomi bawah. Sepertinya, selalu saja aspek ekonomi yang dipermasalahkan. Mereka bilang, karena kalau tak ada uang tak bahagia. Inilah realita!

Namun, satu hal yang sering terlupa. Masalah ekonomi tak dapat menjamin kebahagiaan jiwa. Kala raga terlalu lelah memikirkan dunia, jiwa ini butuh obat, melalui kesenian. Sebut saja musik atau lagu. Setiap orang membutuhkan musik, apapun itu alirannya. Musik merupakan hiburan 3 M (mudah didapat, murah, meriah) ~dibandingkan dengan tarian ataupun karya-karya sastra lain~ yang dapat seketika mengubah suasana hati seseorang. Lewat musik atau lagu, kita juga dapat menyampaikan pesan. Hanya dengan musik, orang-orang dari berbagai kalangan ekonomi, politik, atau sosial dapat merasa selaras, setara, sesuai dengan selera mereka. Sayangnya, ada beberapa oknum yang memanfaatkan musik sebagai media penyampaian pesan yang salah.

Generasi muda, bisa dikatakan tidak dapat lepas dari musik atau lagu. Lihat saja, berapa banyak pemuda/i yang selalu membawa alat pemutar musik dan membuat daftar lagu-lagu favorit kemanapun, dimanapun. Tengoklah disekitar Anda, seberapa sering pemuda/i mendengarkan musik di waktu senggangnya. Hingga akhirnya setiap lirik lagu favoritnya mereka hafal di luar kepala. Satu hal yang saya pelajari hari ini, tentang penggunaan media musik atau lagu yang salah.

Hari ini, saya menyaksikan sebuah konser atau sebut saja pentas seni pemuda/i kampus. Saya tertarik menonton karena konsep yang mereka tawarkan berbeda dengan konser kampus pada umumnya. Mereka lebih fokus menampilkan hasil-hasil karya mahasiswa sendiri (meskipun bukan jurusan seni) daripada menampilkan band-band atau seniman lain dari luar kampus. Walaupun mereka masih tetap menyuguhkan bintang tamu dari luar, tapi itu hanya selama 20% dari keseluruhan acara. Saya sangat terkesan dan terhibur dengan hasil-hasil karya mahasiswa itu. Mulai dari video, tarian, band2, hingga drama musikal, mereka suguhkan sebagai bentuk kreatifitas. Tapi, pendapat saya berubah 180 derajat saat menyaksikan penampilan band tamu dari luar. Melihat banyaknya animo dari pemuda/i yang ingin menonton band tersebut, saya pikir mereka benar-benar layak untuk ditonton. Memang konsep yang mereka bawakan adalah komedi musikal. Membawakan lagu2 "lucu" dengan lawakan-lawakan konyol. Dan benar saja, lagu yang mereka bawakan itu "lucu". Dan makna "lucu" sebenarnya adalah "LUpakan CUkup sekali"!! Grup band tersebut menyanyikan lagu dengan lirik yang sangat tidak pantas. Bisa dibilang mereka mengajarkan bahkan mendoktrin para penggemarnya agar sependapat dan sejalan dengan lirik lagu tersebut. Singkat cerita, mereka mengajak para penggemar untuk turut menghina negara lain dan memperkenalkan kata-kata KASAR serta perilaku-perilaku TIDAK SOPAN melalui lirik lagunya. Dan asal tau saja, penggemar grup band tersebut berasal dari berbagai kalangan, anak-anak, remaja, hingga para mahasiswa yang notabene memiliki tingkat selektivitas tinggi. Sangat disayangkan, penonton itu dengan bangga meniru dan mengelu-elukan lirik KOTOR tersebut! Dan yang lebih disayangkan lagi, ternyata grup band tersebut memiliki banyak penggemar setia. :(

Musik dan lagu, yang sangat dekat dengan pemuda/i Indonesia, seharusnya dapat menjadi media yang efektif dalam penyampaian pesan-pesan moral. Sebut saja Iwan Fals, Cak Nun, Nidji, Gigi dan masih banyak penyanyi atau grup-grup lain menyampaikan pesan-pesan moral, religi dan sosial melalui liriknya. Tema-tema sosial atau nilai-nilai kehidupan lebih layak diangkat dalam lirik lagu daripada hanya mengumpat, mengajak bermaksiat, dan doktrin menularkan kebencian yang belum tentu tau asal muasalnya. Dan lagi sebagai pemuda/i penerus bangsa, apakah kalian rela dibodohi dan didoktrin dengan lirik-lirik sampah itu? Kenapa kalian tak bisa berpikir lebih jauh? Kenapa kalian dengan mudahnya terbawa suasana, terlena dengan alunan musik itu?

Saya merupakan orang yang sangat mencintai musik. Saya pun sering menyalurkan suasana hati lewat nyanyian atau sekedar mendengar lagu-lagu pilihan. Dan baru kali ini saya merasa tersayat-sayat miris setelah mendengarkan lagu. Hai pemuda/i harapan bangsa...sadarlah!! Jalanmu masih panjang untuk negara ini. Jangan sampai kalian terbawa alunan-alunan yang menyesatkan! Dan untuk para seniman yang mengelu-elukan kebebasan berkarya, BEWARE OF YOUR ART WORKS!!

Gunakan kreatifitas kalian TANPA BATAS, tapi harus bertanggungjawab dan TETAP PANTAS!


02-12-2011. 01.30
-M-

picture taken from here