PENDAHULUAN
Isu-isu mengenai Uni Eropa yang akan berkembang hingga Political Union, menjadi negara federasi mulai banyak diperdebatkan oleh masyarakat Eropa. Tak hanya internal masyarakat Eropa, namun dunia juga akan menyoroti bagaimana negara-negara Eropa dengan berbagai latar belakang historis berbeda dapat bersatu dalam kekuasaan yang berpusat pada satu institusi yang mengatur berbagai aspek dari ekonomi, kebijakan fiskal dan monetary, hingga satu kebijakan politik dan pajak pendapatan. Banyak pihak yang meragukan keberhasilannya, namun usaha-usaha untuk menyatukan negara-negara di benua Eropa masih terus dilanjutkan.
Dalam salah satu artikelnya Olsen (2003) mempertanyakan, Europeanization: A fashionable term, but is it useful? Bagi masyarakat awam, istilah Europeanisasi masih belum banyak dikenal. Banyak pendapat yang berbeda mengenai definisi Europeanisasi. Beberapa pendapat mengatakan bahwa Europeanisasi merupakan cara untuk mengimplementasi dan mempelajari hukum-hukum serta kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Uni Eropa ke wilayah domestik negara (Ladrech (1994), Dyson dan Goetz (2002), Olsen (2002)). Risse et al (2001) mengidentifikasi Europeanisasi sebagai proses downloading dan up-loading kebijakan-kebijakan dalam menyelesaikan berbagai masalah dalam institusi-institusi sosial atau yang berhubungan dengan politik dan hukum dalam interaksi para aktor dalam pembentukan peraturan yang berlaku di Eropa. Olsen (2002) memberikan lima poin kunci proses Europeanisasi.
Dalam makalah ini, penulis akan menjelaskan proses Europeanisasi menurut pendapat Johan P. Olsen dalam pembahasannya berjudul Europeanization (2002), yang terdiri dari lima proses kunci. Kemudian penulis akan menganalisis berdasarkan cara menerima proses Europeanisasi, yang dibedakan dalam proses top-bottom dan bottom-up. Selain itu, penulis juga mengaitkan hubungan keberhasilan Eropanisasi dengan integrasi Eropa.
PROSES-PROSES EROPANISASI
Dalam mengidentifikasi pengertian Eropanisasi, Olsen (2002) memberi lima kategori proses yang digunakan untuk mencapai tujuan Eropanisasi. Yaitu:
1. Proses ekspansi batasan wilayah teritorial terluar.
Proses Eropanisasi ini dilakukan dengan memperluas wilayah Uni Eropa, dengan cara menambah anggota, baik itu secara persuasif atau selektif terhadap negara-negara calon anggota. Tentu saja dalam proses masuknya, calon-calon negara anggota harus mau memenuhi peraturan dan persyaratan yang sudah disepakati oleh Uni Eropa.
2. Proses pengembangan institusi-institusi hingga taraf Eropa
Beberapa ahli berpendapat bahwa proses Eropanisasi merupakan pengembangan beragam stuktur-struktur pembangunan yang bertaraf Eropa, mencakup hukum politik, dan institusi sosial yang berhubungan dengan pemecahan masalah dan interaksi formal antar aktor, dan rangkaian kebijakan dalam pembuatan aturan-aturan di Eropa (Risse, Cowles, dan Caporaso, 2001:3).
Dalam pengembangan institusi-institusi ini dilatar belakangi oleh beberapa hal:
a. a purposeful choice mode
b. a problem-solving mode
c. a conflict resolution mode
Namun, perbandingan perbedaan dinamika antara institusi dan sektor-sektor kebijakannya perlu diperhatikan, ketika pengembangannya mencakup perubahan dalam bertindak berkaitan dengan masalah identitas, makna-makna kode, dan kriteria normatif menggambarkan kemampuan institusi tersebut. Perubahan dan pengembangan itu dilakukan melalui proses pendidikan dan sosialisasi.
3. Penyebaran institusi-institusi Eropa
Dahulu, masyarakat Eropa berusaha mengekspansi kekuasaan dan wilayah ke negara-negara yang berprospek melalui kolonisasi (colonisation), pemaksaan (coercive), dan imposisi (imposition). Sekarang, proses Eropanisasi dilakukan juga dengan cara menyebarkan institusi-institusi Eropa keluar, dilakukan melalui hubungan internasional negara-negara Uni Eropa yang terlibat dalam organisasi-organisasi dunia, seperti NATO, PBB dan WTO. Penyebaran kerangka institusi-institusi Eropa kali ini lebih ditekankan pada proses difusi yang mencakup perbedaan-perbedaan, ketertarikan dan legitimasi contoh-contoh institusi tersebut.
4. Penyatuan Politik Eropa
Proses Eropanisasi ini bertujuan untuk mengubah Eropa sebagai suatu bentuk entitas politik yang kuat dan koheren. Namun, ada beberapa pendapat yang menjadi indikator pemikiran Eropanisasi sebagai penyatuan politik.
a. Penyatuan batasan politik, kekuasaan dan tanggungjawab negara-negara Eropa dinilai sebagai langkah yang rentan untuk dilakukan.
b. Dengan adanya penyatuan politik, ada dua kemungkinan dimana proses tersebut dapat berdampak positif hingga Eropa menjadi lebih kuat, atau sebaliknya menimbulkan banyak protes dari masyarakat.
c. Tanpa adanya respect dari otoritas lokal dan kelompok-kelompok minoritas, akan menimbulkan konflik
Konsep penyatuan politik Eropa ini dipelajari bahwa perubahan merupakan proses adaptasi mutual dan co-evolving institutions. Namun, Proses ini dinilai akan menimbulkan banyak pertentangan karena dinamika masyarakat Eropa yang beragam dan berubah-ubah.
5. Perubahan terhadap institusi-institusi politik dan pemerintahan domestik
Konsep Eropanisasi yang terakhir adalah perubahan pada institusi-institusi politik dan pemerintahan domestik dan lokal. Proses ini dilakukan melalui 2 (dua) cara:
a. Experential learning: merupakan proses adaptasi perubahan melalui pengalaman-pengalaman dan intepretasi dalam merespon bentuk-bentuk lain dari organisasi dan pemerintahan domestik
b. Competitive selection: proses ini memerlukan pemahaman tentang mekanisme variasi, seleksi dan ketahanan. Perkembangan dan pertahanan institusi dan aktor-aktor yang ditunjuk dinilai berdasarkan performa, perbandingan keuntungan, dan cara penyesuaian mereka terhadap lingkungan. Hanya institusi yang efisien yang dapat dipertahankan.
Dari kelima proses Eropanisasi yang ditawarkan oleh Johan P.Olsen, tidak ada asumsi yang mudah mengenai perubahan institusi-institusi dan para aktor, yang dapat mencakup keseluruhan kompleksitas dari transformasi Eropa. Cara-cara Eropanisasi tersebut ditawarkan, namun buka berarti kita harus memilih salah satu melainkan harus saling berintegrasi satu sama lain.
Hubungan Eropanisasi dan Integrasi Eropa
Dilihat dari cara-cara di atas, menurut Olsen proses Eropanisasi lebih cenderung digambarkan sebagai proses penyebaran sistem dan paradigma politik, sosial, ekonomi Uni Eropa terhadap negara-negara anggota maupun di luar anggota. Olsen juga berpendapat bahwa untuk selanjutnya pandangan integrasi pada dinamika institusi lebih ditekankan. Hix dan Goetz menggambarkan hubungan antara Integrasi Eropa dan Eropanisasi sebagai berikut: For them, European Integration can be seen “as source of change” and Europeanisation “as an effect” of this (Hix and Goetz, 2001: 22).
Borzel menyatakan bahwa Eropanisasi adalah sebuah proses dua arah, yaitu mencakup dimensi top-down dan bottom-up (Borzel, 2002: 193). Sebagian besar analisis menyatakan, Eropanisasi top-down terjadi sebelum tahun 1990an, yang berisi tentang ide-ide seputar cara-cara implementasi kebijakan-kebijakan Eropa (Radaelli, 2004:4). Sementara itu, nenurut Radaelli, pendekatan bottom-up berisi tentang sistem interaksi pada tingkat domestik, dan bagaimana Uni Eropa mendorong perubahan komponen-komponen domestik seiring berjalannya waktu. Selain itu, ukuran perubahan-perubahan dan dampak yang terjadi pada level domestik juga dilihat melalui proses bottom-up (Radaelli, 2004:4).
Dari lima definisi proses Eropanisasi yang disebutkan Olsen, empat hal pertama merupakan proses top-down untuk menyebarkan sistem dan paradigma Uni Eropa. Bahkan Eropanisasi dilakukan dengan memperluas wilayah keanggotaan, sehingga setiap anggota harus mengikuti hukum dan kebijakan-kebijakan yang telah disepakati sebelumnya. Sedangkan proses integrasi bottom-up hanya terlihat dari definisi terakhir dimana Olsen mendorong terjadinya perubahan dimulai dari institusi-institusi domestik nasional.
Tentu saja dalam prosesnya, baik Eropanisasi maupun Integrasi Eropa, banyak konfilk-konflik yang terjadi antar negara anggota, terutama dalam mengadopsi dan mengimplementasikan regulasi atau directives yang menjadi kebijakan Uni Eropa ke setiap negara. Untuk menyamakan standar Eropanisasi, tidak semua negara anggota sudah siap dan mampu dalam pembiayaannya. Selain itu, dampak lain yang ditimbulkan dari proses Eropanisasi dan integrasi Eropa yang memiliki standar tersendiri, adalah dengan hilangnya nilai-nilai budaya dan sosial yang ada di tingkat domestik negara-negaranya. Hal ini tentu menjadi perdebatan bagi masyarakat Eropa. Sependapat dengan Hitz dan Goetz (2001), Gualini (2003) menyatakan bahwa:
“Europeanisation is not the explanans (i.e., the ‘solution’, to paraphrase the title of this article; or the phenomenon that explains the dependent variables), but the explanandum (i.e., the ‘problem’ that needs to be explained”.
Jadi, proses Eropanisasi tidak akan terwujud tanpa adanya integrasi yang kuat dari masyarakat negara anggota, pada khususnya. Tujuan Uni Eropa untuk solidaritas dan kemakmuran bersama antar masyarakat Eropa, merupakan tujuan mulia. Namun, dengan adanya masalah-masalah yang muncul pada salah satu anggotanya, bisa berdampak buruk pada anggota yang lain. Karena itu, integrasi antar anggota juga diperlukan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, sampai kapan dan dimanakah integrasi yang mendorong Eropanisasi akan berlangsung?
Referensi
Borzel, Tanja A. 2002. ‘Pace-setting, Foot-dragging and Fence-setting: Member State Responses to Europeanisation’ in JCMS Volume 40 Number 2. Pp.193-214
Gualini, E. (2003) Multi-level Governance and Institutional Change. The Europeanization of
Regional Policy in Italy, Aldershot, Ashgate.
Hix, S. and Goetz, K. H. 2001 'Introduction: European Integration and National Political Systems', in K. H. Goetz and S. Hix (eds) Europeanised Politics? European Integration and National Political Systems, London: Frank Cass Publishers.
Howell, Kerry. 2002. ‘Developing Conceptualizations of Europeanization and European
Integration: Mixing Methodologies’ at ESRC Seminar Series / UACES Study Group on the Europeanization of BritishPolitics on November 29, 2002
Olsen, Johan P. 2003. ‘Europeanization’ in Michelle Cini (eds) European Union Politics, New York: Oxford University Press Inc.
Radaelli, Claudio M. 2004. ‘Europeanisation: Solution or problem?’ in European Integration online Papers (EIoP) Vol. 8 accessed on http://eiop.or.at/eiop/texte/2004-016a.htm
Risse, Thomas, James Caporaso, and Maria Green Cowles (2001) ‘Europeanization and Domestic Change. Introduction’, in M. Cowles, J. Caporaso and T. Risse (Eds.) Transforming Europe:Europeanization and Domestic Change, Ithaca NY: Cornell University Press, 1-20.
Tulisan ini merupakan tugas pada Mata Kuliah Uni Eropa Program Pascasarjana Kajian Wilayah Eropa Universitas Indonesia yang telah dikumpulkan ke dosen terkait pada tanggal 29 Maret 2012. Dosen: Dr. C.P.F. Luhulima