Tuesday, October 2, 2012

Perkembangan Islam Modern di Prancis



Permulaan Islam mulai masuk di Prancis pada akhir abad ke-19. Sedangkan Islam mulai diakui sebagai sebuah agama oleh masyarakat Prancis pada tahun 1905. Beberapa umat Islam dan masyarakat Prancis memiliki pandangan yang sama tentang perilaku anti-Semitism.

Jumlah Muslim di Perancis lebih kurang mencapai 4-6 juta jiwa, yaitu setara dengan 5-10%[1] dari total populasinya. Jumlah ini merupakan prediksi karena Muslim di Perancis semakin bertambah, seiring dengan banyaknya imigran dari negara-negara penuh konflik di sekitar Eropa dan Timur Tengah. Jumlah Muslim di Perancis merupakan jumlah terbanyak di Eropa, disusul Jerman, Inggris, Italia, Spanyol dan Belanda[2]. Seiring dengan bertambahnya jumlah Muslim, kini jumlah masjid dan mushola di Perancis diperkirakan mencapai sekitar 1600 buah. Tentu saja masjid dan mushola tersebut tidak semuanya berbentuk bangunan megah, namun ada yang hanya berupa gedung bekas bangunan yang sudah tidak digunakan. Akan tetapi, pada tahun 1922, telah didirikan masjid Raya Yusuf di Paris.

·         Islam Pratiquant
Perkembangan Islam di Perancis lebih banyak di dominasi oleh para imigran yang datang dari negara-negara bekas jajahannya, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Tunisia dll. Prancis yang mayoritas penduduknya beragama Katolik, merasa sedikit khawatir dengan perkembangan Islam yang begitu pesat sejak beberapa dekade terakhir. Hampir sebagian besar penduduk muslim di Perancis merupakan Islam pratiquant, orang-orang yang rajin beribadah sesuai dengan ajaran. Sedangkan, para umat Kristiani, baik Katolik maupun Protestan, bukan merupakan para pratiquant, hanya sedikiit dari pemeluknya, karena muncul pandangan bahwa hal tersebut bersifat kuno. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya gereja yang ditutup, bahkan dijadikan masjid karena kehilangan jamaahnya.
Ada pendapat bahwa kegiatan beribadah itu dianggap tidak bisa berasilimilasi dengan lingkungan sekitar. Jadwal sholat umat muslim dianggap mengganggu terutama dalam pendidikan atau bekerja. Banyaknya jumlah jamaah yang sholat di masjid, bahkan sampai ke jalanan, dianggap sebagai pengganggu pengguna jalan dan tidak toleransi. Padahal seharusnya, negara yang menjunjung tinggi demokrasi itulah yang bertoleransi terhadap pemeluk agama lain yang sedang beribadah.
Pergeseran dalam aplikasi nilai-nilai Islam di Perancis juga ditunjukkan dalam penyebaran ajarannya. Sebagian penduduk yang beragama non-Islam berpendapat bahwa ajaran Islam terlalu mengekang dan seharusnya ajaran-ajaran itu disesuaikan dengan budaya dan gaya hidup di Perancis[3]. Terdapat dua kutub muslim di Perancis, para imigran muslim dan generasi kedua. Penyebaran Islam diantara para imigran dianggap sebagai usaha pembentukan diaspora muslim karena ajarannya yang terlalu berambisi mengikuti ajaran di Arab dan sekitarnya. Sedangkan generasi kedua merupakan umat muslim yang diajarkan agama Islam sejak lahir. Namun, karena adanya tarik-menarik ajaran Islam mereka perlu untuk mencari sendiri jati dirinya dalam ajaran Islam. Selain itu, dalam penyebaran ajarannya, muslim di Prancis juga bermasalah dengan bahasa. Tentu saja kemampuan mereka untuk menguasai bahasa Prancis dan Arab tidak sama. Hal itu mendorong para ulama di sana untuk menyebarkan ajarannya dalam 2 bahasa. Bahkan dalam pembacaan doa pun dilakukan dengan dua bahasa[4].
Pada tahun 1985, didirikan Federasi Muslim Perancis, yang telah mempersatukan 540 organisasi Islam, menjembatani umat muslim dengan pemerintah, dan memberi pengetahuan dan pendidikan Islam kepada warga yang ingin belajar. Pada awal pembentukannya, Nicholas Sarkozy yang saat itu menjadi menteri dalam negeri menyatakan dukungannya. Namun organisasi tersebut dianggap tidak mampu mewakili suara umatnya. Saat ini muslim di Perancis juga memiliki Union des Organisations Islamiques de France (UOIF) yang dinilai lebih mampu menyuarakan aspirasi umat. Organisasi tersebut sering melakukan diskusi tentang masalah-masalah Islam dengan mendatangkan beberapa ulama besar.

·         Sekolah-sekolah Islam di Prancis
Di tahun 2004, pemerintah Perancis menetapkan larangan untuk memakai jilbab kepada para siswi muslimah. Tentu saja kebijakan itu mendapat banyak respon negatif bukan hanya dari umat muslim, namun juga masyarakat internasional serta para aktivis HAM di dunia. Semenjak revolusi tahun 1989, Perancis dikenal dengan sistem laicite, yang membebaskan aturan agama dari campur tangan pemerintah atau gereja. Selain itu, Prancis juga merupakan negara sekuler yang membedakan urusan pemerintahan dari agama. Karena itu, aturan larangan pemakaian jilbab atau atribut yang merepresentasikan agama ditentang oleh berbagai kalangan masyarakat.
Sebagai imbasnya, masyarakat muslim Perancis ingin mendirikan sekolah swasta dengan aturannya sendiri. Sampai kini sedikitnya ada empat sekolah muslim swasta, yaitu di daerah Vitrerie, pinggiran selatan Perancis, Education et Savoir di Paris, Reussite di Aubervilliers, utara Paris,  Ibn Rushd di Lille, dan Al-Kindi di kota Lyon. Kurikulumnya disesuaikan dengan kurikulum nasional, dengan penambahan pelajaran tentang fiqih Islam sebagai muatan lokal.
Pada awalnya, pembukaan sekolah tersebut mengalami kendala, karena sulit mendapatkan ijin. Sekolah Al-Kindi misalnya, terkendala dalam ijin pengoperasian karena dianggap tidak memenuhi standar kebersihan dan keselamatan. Namun, Pengadilan Administratif di Lyon membatalkan penutupan sekolah itu. Menurut para pemimpin Perancis, insiden Al-kindi justru akan mendorong masyarakat muslim untuk membuka sekolah serupa.

·         Perkembangan Islam dalam Dunia Politik
Masalah agama, merupakan masalah yang sensitif untuk dibahas. Namun, permasalah agama juga bisa mempengaruhi perkembangan politik suatu negara. Begitu juga di Perancis.
Masalah yang akhir-akhir ini muncul di Perancis adalah membludaknya imigran, yang sebagian besar muslim, hingga menyebabkan Islam di negara ini berkembang sangat pesat. Sejak peristiwa kelam 11 September 2001, Islam mendapat cap baru yaitu, agama teroris. Dengan berbagai alasan dan dalih, Amerika Serikat menjadi pelopor dan penggerak agar dunia mengutuk dan menjauhi  Islam. Ajaran Islam mulai jilbab, poligami, jihad hingga masalah penampilan seperti jenggot, dll. menjadi obyek serangan. Sehingga, timbullah  apa yang disebut Islamophobia.
Sebagai imbasnya, pada tahun 2001, sejumlah masjid dan rumah imam-imam masjid menjadi sasaran bom molotov. Peraturan pelarangan penggunaan jilbab yang menjadi penanda jelas seorang muslim pun merupakan salah satu bentuk Islamophobia. Selain itu, beberapa kasus kriminal yang terjadi di Perancis dilakukan oleh penduduk imigran. Karenanya, beberapa pemimpin Perancis yang ekstrim, menentang dengan lantang masuknya imigran, karena hal tersebut dapat menghilangkan keturunan asli warga Perancis. Marie Le Pen dan Nicholas Sarkozy menggunakan kampanye anti imigran untuk mendapatkan perhatian rakyat Perancis pada pemilihan presiden beberapa waktu lalu.
Permasalahan imigran bisa berpengaruh terhadap pandangan politik rakyat Perancis ke depannya. Apabila semakin banyak umat muslim yang memilih, maka kesempatan untuk duduk di kursi pemerintahan bagi umat muslim juga semakin tinggi. Tentu saja hal tersebut bisa berpengaruh terhadap peraturan-peraturan yang berlaku di Perancis.
Baru-baru ini, skandal Muhammad Merah[5], warga Toulouse, Muslim imigran Aljazair, telah resmi ditetapkan pemerintah sebagai penanggung jawab skandal terbunuhnya 3 warga sipil di kota tersebut dan meledaknya bom di sekolah Yahudi yang memakan korban 3 orang anak dan 1 orang dewasa. Semuanya Yahudi. Sementara 2 diantara warga sipil yang ditembak adalah Muslim imigran Magreban. Tariq Ramadan, seorang ulama ternama dari Swiss mengatakan bahwa pelaku hanya sebagai korban konspirasi elit politik Perancis. Pelaku penembakan itu, tidak bisa dianggap sebagai generalisasi warga muslim di Perancis karena perilakunya sama sekali tidak mencerminkan ajaran-ajaran muslim. 

Islam di Perancis kini telah berkembang dengan pesat. Pengenalan ajaran Islam yang cinta damai, bermoral tinggi dan bersifat melindungi wanita menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Perancis. Diperkirakan setiap tahun, ada sekitar 30.000-70.000 penduduk Perancis masuk Islam. Dengan jumlah umat muslim yang semakin bertambah, maka fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan ajaran Islam semakin mudah ditemukan. Masjid, sekolah, penjual daging halal sudah bisa banyak ditemui di wilayah Perancis. Namun, pandangan-pandangan tentang Islam datang dari luar menimbulkan pandangan skeptis atas masyarakat muslim di Perancis hingga menimbulkan Islamophobia. Padahal hal tersebut tidak bisa digunakan sebagai acuan generalisasi perwujudan dari perilaku muslim sesungguhnya.



[3] Bowen, John. R. Islam in/of France: Dilemma of Translocality. A paper read at The 13th International Conference of Europeanists, Chicago, March 14-16, 2002.
[4] Ibid.

No comments:

Post a Comment